Masjid Cheng Hoo Palembang

Masjid Cheng Hoo Palembang sebenarnya bernama Masjid Al Islam Muhammad Cheng Hoo Sriwijaya Palembang.


Masjid ini adalah Masjid bernuansa Muslim Tionghoa yang berlokasi di Jakabaring Palembang.
Peletakan batu pertama Masjid Cheng Hoo dilakukan pada bulan Semptember 2005, tanah tempat berdirinya Masjid merupakan tanah hibah dari Pemerintah Daerah, modal awal pembangunan sekitar Rp.150 juta di peroleh dari anggota PITI Sumatera Selatan dan mulai digunakan sejak hari jumat 22 Agustus 2008 dengan digelarnya sholat jumat berjamaah dan di hadiri tak kurang dari 1500 jamaah dari berbagai etnis dan daerah di Palembang.
Acara tersebut juga di hadiri Walikota Palembang yang turut sholat jumat berjamaah.

Bentuk Arsitektur Masjid 



Masjid Cheng Hoo memiliki dua lantai dan mampu menampung sekitar 600 jamaah. Lantai pertama di gunakan untuk jamaah laki-laki, sedangkan lantai kedua di gunakan untuk jamaah wanita.
Menara dikedua sisi Masjid meniru Kelenteng-kelenteng di Cina, di cat warna Merah dan Hijau Giok.

Pembangunan Masjid menelan biaya sekitar Rp.4 miliar, Masjid di bangun dengan perpaduan unsur Cina, Melayu, Indonesia dan Arab. 
Masjid ini mempunyai pasilitas, Tempat Pendidikan Alquran ( TPA ) untuk anak-anak diadakan secara geratis, Kantor DKM, Perpustakaan Masjid, serta Ruang serbaguna dan dilengkapi dengan rumah Imam.
Bangunan Masjid berukuran 25 x 25 meter, berdiri di atas tanah 500 meter persegi.

Sejarah Laksamana Cheng Hoo dengan Palembang


Penyebaran Islam diIndonesia, selain di lakukan para pedagang dari Arab, ternyata para pedagang asal Tionghoa ikut berperan menyebarkan Islam di pesisir Palembang.
Di sini pula peran Laksamana Cheng Hoo dalam menyebarkan Islam di Palembang.
Armada Cheng Hoo sebanyak 62 kapal dan tentara yang berjumlah 27.800 yang di pimpinnya itu, pernah empat kali berlabuh di Pelabuhan Tua di Palembang.

Sejarah Kota Palembang memang tak terpisahkan dengan Laksamana Cheng Hoo. Sejak Melakukan pelayaran mengelilingi dunia, Laksamana Cheng Hoo sempat empat kali datang di Palembang.
Laksamana Cheng Hoo adalah seorang Kasim Muslim yang menjadi orang kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok ( berkuasa tahun 1403-1424 ), Kaisar ketiga dari Dinasti MIng.
Laksamana Cheng Hoo berasal dari Propinsi Yunnan dan mempunyai nama asli Ma He, juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao.
Ketika Pasukan Ming menaklukan Yunnan,,Ma He ( Ma Sanbao ) di tangkap lalu di wajibkan untuk menjalani Pendidikan MIliter sampai kemudian menjadi seorang Laksamana.
( ada juga satu riwayat menceritakan bahwa Laksamana Cheng Hoo berasal dari Suku Hui, Suku bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han, namun beragama Islam ).

Pada tahun 1407 Kota Palembang yang berada di bawah kekuasaan kerajaan SRIWIJAYA, pernah meminta bantuan Armada Tiongkok yang ada di Aisa Tenggara untuk menumpas Perampok-perampok Tionghoa Hokkian yang mengganggu ketentraman.
Kepala Perampok tersebut yang bernama Chen Tsu Ji berhasil diringkus dan di bawah ke Peking.
Semenjak itu, Laksamana Cheng Hoo membentuk Masyarakat Islam Tionghoa di Kota Palembang.
Jadi dengan kata lain, Masyarakat Islam Tionghoa di Palembang sudah ada sejak Zaman kerajaan SRIWIJAYA.
Demikianlah,sejarah singkat mengenai Masjid Cheng Hoo di Palembang. Lebih dan Kurangnya Saya Minta Maaf. 
Semoga Bermanfaat. 

MASJID AL MAHMUDIYAH ( MASJID SURO )

Masjid Besar Al Mahmudiyah atau lebih di kenal oleh Masyarakat dengan sebutan Masjid SURO.


Berlokasi di Jl.ki gede ing suro, kelurahan 30 Ilir, Kecamatan Ilir Barat II Palembang.
Merupakan Masjid Bersejarah di Palembang.
Masjid ini didirikan oleh Ulama Palembang yang bernama KH.Abdurahman Delamat bin Syarifuddin, bersama sahabatnya KH.Kgs Mahmud Usman 
( Kgs. Khotib ) pada tahun 1889.

Tak seperti  Masjid-masjid zaman sekarang, yang di bangun semegah dan semewah mungkin.
Masjid Suro masih tetap tampak Kelasik dan Teradisional dengan atap layaknya rumah-rumah penduduk di sekitarnya.

Begitu juga dengan menarahnya yang tampak kokoh berbentuk lancip pada ujungnya.
Bentuk Menarah yang seperti itu, menambah kesan Kelasik Masjid ini.

Bahkan, bila Masjid-masjid yang lainnya menggunakan kubah berbentuk bundar dan pipih,kubah Masjid Suro ini justru hanya berbentuk tajuk limas dengan mustaka dan kubah dari Aluminium.
Simbol ini menandakan Arsitektur Masjid ini terpengaruh Masjid-masjid di Jawa, seperti Masjid Agung Demak.



Dari luar Masjid ini tampak biasa-biasa saja. Bahkan, menurut warga setempat, Masjid ini seperti kurang terawat.
Namun demikian, pada bagian dalam, Masjid ini tampak begitu indah.
Kendati dinding-dinding nya masih berupah beton semen.
Luas bangunan Masjid yang berukuran 40x30 meter persegi ini, mampu menampung jamaah hingga sekitar 1.000 orang.

Peninggalan Sejarah.

Dengan usianya yang terbilang lebih dari satu abad, Masjid Suro ini menyimpan berbagai benda peninggalan Sejarah.
Di antaranya, Beduk, Sokoguru  (tiang) untuk penyangga Masjid, Kolam tempat berwudhu, Serta Mimbar tempat makam Kiyai Delamat.

Sejarah Sang Kiyai.

KH. Abdurahman Delamat bin Syarifuddin. Adalah Salah satu Ulama besar di Palembang.
Menurut keterangan, Kiyai Delamat lahir di Desa Babat Toman wilayah Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
Setelah Dewasa ia pindah ke Palembang dan Berdomisili di daerah Bom Baru kelurahan 5 ilir, tepatnya di sekitar Masjid Lawang Kidul.
Ketika masih Remaja, Kiyai Delamat pernah belajar di Mekah, Madinah dan Baitul Maqdis. Bersama Kiyai Muaro Ogan ( Ki Merogan ).

Semasa hidupnya, Kiyai Delamat tidak mempunyai satupun Rumah.
Kecuali Masjid-masjid yang di bangun nya.
Adapun Masjid-masjid yang di bangun nya itu antara lain;
Masjid Pulau Panggung, Masjid Fajar Bulan, Masjid Babat Toman dan Masjid Pulau Sambi. Sedangkan di Kota Palembang, Beliau Membangun Masjid Al MAHMUDIYAH ( Masjid Suro ) dan Masjid Rohmaniyah yang terletak di kelurahan 35 ilir Palembang.

Pelarangan Beribadah Oleh Belanda.

Pada zaman penjajahan Belanda, Masjid Suro ini pernah di bongkar oleh Belanda dan di larang di gunakan untuk tempat Ibadah selama kurang lebih 36 Tahun.

Wafat nya Kiyai Delamat.

Kiyai Delamat pernah di asingkan oleh Belanda di Dusun Sarika sampai Beliau wafat dan di Makamkan di Masjid Babat Toman. Namun Oleh Anaknya KH.Abdul Kodir dan KH.Muhammad Yusuf, jenazah Kiyai Delamat di pindahkan kembali ke Palembang dan di Makamkan di belakang Mimbar Khatib.
Tetapi, karena tidak di setujui oleh Belanda, akhirnya jenazah Kiyai Delamat di pindahkan kembali ke pemakaman Jambangan tidak jauh dari Masjid Suro. Sampai sekarang Makam Kiyai Delamat masih di sana tepatnya di belakang Madrasah Nurul Falah kelurahan 30 ilir Palembang.

Setelah Kepengurusan Masjid di serahkan kepada Kiyai Kgs.H.Mahmud Usman atau Kiyai Khotib, akhirnya nama Masjid ini berubah menjadi Al MAHMUDIYAH sesuai nama Pengurus nya.

Setelah Kiyai Kgs. H.Mahmud Usman meninggal dunia, maka sekitar tahun
1342H / 1919M, diadakanlah pertemuan antara pemuka Agama dan Masyarakat di Kelurahan 35 Ilir, untuk membentuk ke pengurusan Masjid yang baru.
Ini atas Prakasa Kiyai Kiemas H.Syekh Zahri. Maka terpilih lah ke pengurusan BAM, yang di ketuai oleh Kgs.H.M.Ali Mahmud.

Dimasa kepengurusannya, Pada tahun 1920, Masjid ini mulai di bongkar untuk di perbaiki. Pada tahun 1925, di  bangun menara Masjid.
Yang paling penting bagi Masyarakat, di perbolehkan nya kembali untuk Shalat Jumat oleh Belanda.
Masjid yang pernah di pakai untuk berkumpulnya Pemuda-pemuda Pejuang yang tergabung dalam BPRI ( Badan Pelopor Republik Indonesia ).

Demikianlah Riwayat yang bisah saya sampaikan. Lebih dan kurangnya.
Saya minta maaf jika ada yang tidak sesuai.