Poligami Menurut Islam

Cantik,muda, berpendidikan,berpenghasilan. Demikian kriteria perempuan yang akan di jadikan istri kedua,entah ia masih gadis ataupun janda.

Berbeda dengan istri pertama yang sederhana,polos,dan lugu; biasanya istri kedua bertolak belakang dari istri pertama.

Polemik Poligami

Persoalan poligami akan selalu menjadi hal yang pro dan kontra,tak akan pernah ada kata sepakat,apalagi pendapat laki laki dan perempuan di benturkan.
Perempuan beranggapan lelaki mau enak sendiri,lelaki beranggapan perempuan tidak memahami syariat. persoalan semakin pelik jika poligami sudah melibatkan kontak emosi terlalu jauh; seorang suami yang tidak bisa curhat kepada istrinya lalu menemukan perempuan lain yang kebetulan cocok menjadi teman curhatnya. Atau seorang suami menemukan istri yang selama ini di impikannya, hal yang tidak di dapatkannya dari istri pertama.

Secara alamiah,lelaki memiliki insting petualang, melebihi perempuan. Perempuan paling energik dan sangat bebas sekalipun, seiring posisinya sebagai istri dan ibu pada akhirnya akan mengakhiri masa adventuringnya. Mendekam di rumah menikmati fitrah sebagai istri,ibu,pendidik,pengasuh,tukang masak dan seterusnya. 
Lelaki,walau bertanggung jawab terhadap nafkah kebutuhan keluarga;tetap memiliki semangat berpetualang. 
Ada lelaki yang tetap suka bermain bola,naik gunung,jalan jalan,hangout dengan teman temannya,nonton keluar.
Walau ia seorang Familly Man sekalipun,sisi adventuring itu tidaklah hilang.

Bila kebiasaan adventuring ini mendapatkan pelepasan semestinya, biasanya dia tidak butuh lagi petualangan cinta. Misal, ia aktif di organisasi,yayasan,sibuk mengejar karir,terlibat aktif mengasuh anak anak maka energinya akan tersalur.
Namun,dalam kejenuhan dan keterdiaman,lelaki bisa memulai petualangan cinta.

Lah,apa hubungannya dengan Poligami ?

Poligami ala Rasulullah, Saw dan orang orang shaleh.
Rasulullah.saw menikah lagi setelah bunda Khadijah wafat. Pernikahan beliau rata rata mengambil janda yang sudah tua. Pernikahan dengan perempuan mudah nan cantik antara lain terjadi terhadap Aisyah dan Sofiyyah. Meski demikian, visi misi pernikahan beliau, tidaklah bergeser dari kepentingan dakwah dan tentu sesuai Syariah.

Sultan Murad menikahi Huma Khatun ( Ibunda Al Fatih ) sebagai istri ketiga, juga karena alasan politik.
Selain alasan Politik, Sultan Murad mampu mengondisikan istri istrinya untuk taat kepada Allah SWT. Bacaan Al Quran senantiasa menemani hari hari mereka.

Poligami Sekarang

Sebetulnya tidak ada keharusan lelaki untuk menikah lagi dengan wanita yang lebih tua.
Harus janda, beranak banyak. Tidak ada dalam satu ayat pun dalam Al Qur'an dan Hadist yang melarang laki laki menikahi Perempuan di sebabkan kelebihan-kelebihan yang ada pada dirinya.
Apakah haram menikahi Perempuan pintar?
Apakah haram menikahi Perempuan cantik?
Apakah haram menikahi Perempuan Muda?
Apakah haram menikahi Perempuan berpenghasilan dan kaya?
Jawab nya; Tidak,tidak,tidak dan tidak.
Silahkan saja mencari Istri pertama yang pintar,kaya,cantik dan muda.
Silahkan mencari Istri yang kedua seperti itu juga. Bahkan ketiga dan keempat, dengan kriteria yang sama.

Lalu apa masalahnya?

Masalahnya adalah bila Visi dan Misi Bergeser.
Dulu menikah dengan Istri pertama dalam kondisi serba kekurangan.
Maklum,baru lulus kuliah, penghasilan hanya beberapa ratus ribu. Kontrakan rumah petak dan bau.
Yang di cari adalah wanita yang tahan banting; mau bagaimanapun rupah dan bentuknya. Mau bagaimanapun asal keluarga dan kondisi keuangannya.

Dua puluh tahun kemudian atau lima belas tahun kemudian, atau baru sepuluh bahkan lima tahun; ketika kondisi keuangan membaik. Si Pemuda culun yang sederhana dulu berubah menjadi laki-laki yang gagah dan berkarisma. Keuangan membaik dengan setatus mapan dan kedudukan terhormat.

Ketika hasratnya untuk memiliki Istri kedua muncul, biasanya dia tidak akan memilih seperti Istri pertama yang apa adanya.
Setidaknya yang kedua hadir pada saat kondisinya mapan, maka ya, haruslah Perempuan yang lumayan.
Lumayan parasnya, lumayan pendidikan dan keuangannya.
Perkara Istri pertama sakit hati dan anak-anak tak mengerti dengan pilihan sang kepala keluarga; itu urusan ke sekian.

Membenci Syariat.

Jika Perempuan menolak Poligami, jangan serta Merta mengatakan; Gak mau patuh ya sama perintah Allah?
Gak mau taat syariat ya?
Mau menolak isi Al Qur'an?
Maka, mesti hati patah dan sakit luar biasa, pilihan Poligami terpaksa di jalankan. Apapun konsekuensi nya. Kalau nanti Istri pertama sakit-sakitan, dikira tidak ikhlas.
Walaupun menerima dengan hati lapang, sepanjang jalan pernikahan pastilah akan tumbuh beragam persoalan yang kadang-kadang, tertuding lagi Perempuan.
Ini gara-gara Istri pertama gak mau mengalah, ini gara-gara Istri Pertama ngelunjak.

Laki-laki adalah Qowwam

Laki-laki adalah Pemimpin bagi dirinnya, istri dan anak-anaknya. Keluarga nya. Pernikahan haruslah membangun mahligai yang sakinah, mawaddah, warrahmah. Seharusnya, lelaki yang memiliki logika lebih dari perempuan dapat memprediksi apa yang akan terjadi kedepannya.

Menikahi wanita berusia 25 tahun saat istri pertama berusia 40 tahun, apa dampaknya? Bila istri pertama merelakan, apa yang harus di siapkan suami? Apa kesepakatan yang harus di tegakkan antara istri pertama dan kedua? Bagaimana tentang Maisyah? Bila istri kedua memiliki penghasilan yang besar, seorang pengusaha atau wanita karir; bukan berarti kewajiban nafkah sang Qowwam teralihkan, bukan?
"Nanti pembagian nafkah bagaimana?" Istri pertama bertanya cemas, mengingat kebutuhan anak-anak.
"Tenang, dia bekerja dan berpenghasilan kok." Jawab suami atas pertanyaan istri pertama.
Lantas di mana sifat Qowwammanya jika ia memilih istri yang mapan dan merasa tidak memiliki kewajiban untuk menafkahi? 

Tak bisa berbagi Hati

Rasulullah Saw memang lebih mencintai Aisyah.
Aisyah dan Syafiyyah pun pernah berselisih. Aisyah dan Hafsah pun pernah berselisih. Tak akan pernah persoalan hati dan emosi dapat di timbang dengan rasio.
Meski pengakuan beberapa Lelaki menyatakan, cinta terhadap istri pertama dan kedua bukan seperti membagi hati ( seperti mencintai anak 1,2,3 dan 4 dst tetap sama besarnya); kecendrungan itu pastilah ada.
Cenderung terhadap istri pertama yang telah berkorban waktu, tenaga, hati, pikiran dan semua yang di miliki.
Atau cenderung terhadap istri kedua yang cenderung 'baru'; baru sebagai teman, baru sebagai kekasih, dan baru sebagai pasangan.
Percayalah kecenderungan itu pasti muncul.

Siapakah laki-laki yang jujur dan menanggung konsekuensi nya?

Beberapa berjanji, tak akan meninggalkan anak-anak ketika memiliki istri yang berikut; nyatanya tak selalu kondisi ekonomi stabil.
Keharusan mencari nafkah bagi dua istri menyebabkan waktu semakin tersita. Dua dapur dan dua Keluarga tentu membutuhkan lebih banyak supplai finansial. Belum lagi perselisihan yang menguras emosi. Antara kedua istri, antara kedua keluarga, antara anak-anak. Ujung-ujungnya, poligami yang di salahkan; tuh kan, anak-anaknya nakal. Keluarga Morat Marit. Bapaknya kawin lagi sih?

Lalu bagaimana?

Bila memang poligami akan di lakukan, bisakah seorang suami menceritakan secara jujur apa yang nanti akan terjadi; keuangan, waktu, urusan ranjang, kecenderungan hati, anak-anak dan seterusnya?
Bila komitmen akan bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi, bisakah ia menepati janji-janjinya?

Dan bila ingin seperti Rasulullah Saw, bisahkan istri kedua dari gadis-gadis yang sudah sangat matang dalam kesendirian. Janda-janda yang beranak banyak yang kurang mampu. Perempuan yang tak cantik yang tak pernah di lirik laki-laki.
Bisahkan sang istri pertama tetap perempuan yang jauh lebih cantik, lebih muda, lebih terhormat? 

Atau mau jujur dalam petualangan kali ini, pernikahan di simbolkan demikian; istri pertama untuk keprihatinan, istri kedua untuk bersenang-senang. Kalau demikian halnya, janganlah membawa Sunnah Rasulullah Saw sebagai alasan Poligami.
Sebab Sunnah Rasulullah juga berimbang dengan kewajiban untuk menghargai Ibu dari anak-anak. Perempuan yang berbakti terhadap suami, istri yang sehari hari menyisihkan seluruh kepentingan Pribadinya untuk Suami tercinta.