Pernahkah kita menyayangi seseorang? Menyayanginya dengan begitu sangat. Hingga kita pernah berangan-angan untuk selalu bersamanya menghabiskan sisa waktu yang ada di dunia ini.
Ibarat sebuah benih yang telah kita tanam dan kita rawat hingga senantiasa tumbuh bersemi.
Tiba-tiba tercabut mati dan tiada yang peduli.
Niscaya hanya meninggalkan akar yang sulit menumbuhkan daun dan bunga lagi. Itu karena si dia pergi, membuat sang benih harus menerima kenyataan bunganya selama ini tak begitu berarti.
Kita yang pernah mencintai seseorang namun ternyata dikhianati.
Kesetian yang telah kita jaga setiap hari.
Kita yang telah dibuatnya terbang melayang-layang karena indahnya cinta yang kita rasa bersamanya.
Namun justru saat diatas awan, kita melihat dengan mata kepala bahwa ia sedang bermesra ria dengan orang lain disana.
Ah namun rasanya percuma, kala kita menyadari dan coba memahami.
Kita jadi sadar, orang yang tak setia memang tak pantas diberikan cinta.
Rasa sakit karena kehilangan, rasa pedih karena cinta kita terabaikan, dan rasa sepi karena dia telah jauh pergi.
Kita tentu awalnya sangat kecewa dengannya.
Rasanya ingin menamparnya keras-keras sambil membentaknya dengan lantang. Namun apalah daya kita, kita tak tega lakukan itu karena kita teramat mencintainya.
Kita mencoba melupakan, namun terasa sulit memang. Hari-hari yang ada justru selalu mengingatnya.
Terbayang bayangan indah jika suatu saat kita akan menjadi jodohnya, hingga tak sadar air mata kita menetes perlahan sambil bayangkannya.
Dia itu adalah orang yang sebenarnya telah menyakiti kita.
Ya memang rasanya pasti sulit jika kita telah terlanjur sangat mencintainya.
Karena di hati kita masih tertinggal sebuah akar dari benih cinta yang telah kita tumbuhkan dulu.
"Ya biarlah waktu yang meleburnya sedikit-demi sedikit "
“Kenapa ya, rasanya begitu sulit melupakannya? Apa aku gak bisa move on?”
Masih ada banyak harapan dan cita-cita yang akan kita wujudkan.
Namun rasa penyesalan itu harus segera kita syukuri. Karena dari itu kita telah tersadar.
Mungkin kita harus mencoba tersenyum sekarang, anggap saja dia itu adalah sebuah kesalahan pilihan.
Kita kan nggak selamanya benar, tentu ada waktu dimana kita salah memilih.
Maka saat ini yang perlu kita lakukan adalah membenarkannya, waktunya kita membenarkan pilihan.
Oh jangan lagi memilihnya kembali, buat apa memilih suatu yang salah untuk kedua kalinya.
Seperti ketika kita ulangan di kelas, yang salah harus kita benarkan jawabannya.
Yang kedua, mungkin kita juga yang salah memilih waktu dalam memilih.
Mungkin untuk sekarang belum waktunya bagi kita untuk menyerahkan hati kita pada orang lain.
Tentulah setiap hal itu butuh waktu yang tepat untuk ditempatkan, jika tidak tepat ya seperti ini jadinya.
Ibarat umur lima tahun sudah masuk SMP, ya bakal sering menangis karena dijaili teman-temannya.
Mungkin itulah seperti kita, yang terlalu buru-buru untuk berkasih sayang dengan orang lain.
Move on itu tak sekedar untuk melupakan.
Supaya hati dan fikiran kita tak terbuang percuma untuk memikirkannya.
Sia-sia kan jika harus memikirkan orang yang telah menyakiti kita.
So lets moving,
Di luar sana banyak kebahagiaan yang tengah menunggu kita.
Masih ada banyak kok orang yang siap membahagiakan kita.
Ada cinta yang baru didepan sana yang siap membahagiakan kita.
Mimpi yang siap bisa menutupi berkas hitam di masa lalu.
Masih banyak sahabat yang tengah menunggu kita. Sahabat-sahabat yang mungkin sempat kita acuhkan kala kita sedang terpuruk sepi.
Waktunya kita tersenyum, sambut hidup baru kita tanpanya.
Kebahagiaan itu bukan tercipta karena kita yang terdiam dengan masa lalu, tetapi kebahagiaan itu kala kita bisa belajar dari masa lalu.
Cinta yang indah itu bukan dengan dia yang telah pergi, tetapi dengan dia yang sedang menanti kita di depan untuk siap bersama kita selamanya.